Post Top Ad

Sabtu, 10 November 2018

Hoaks Penculikan Anak Munculkan Paranoid di Kalangan Orangtua

DELAPAN orang dijerat dengan tuduhan menyiarkan berita bohong karena diduga menyebarkan hoaks tentang penculikan anak. Dari delapan orang itu, empat diciduk Tim Kejahatan Siber Mabes Polri dan sisanya ditangkap oleh kepolisian daerah di Jawa Timur dan Jawa Barat. Dua orang lainnya juga ditangkap polisi karena diduga menyebarkan hoaks tentang kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP.

Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Mereka mengaku hanya iseng," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada BBC News Indonesia, Minggu 4 November 2018, "Tapi, keisengan mereka mengakibatkan kehebohan, keonaran, dan ketakutan masyarakat."

Setyo mengatakan, penangkapan tersebut merupakan buah dari kerja sama kepolisian dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lembaga tersebut melaporkan bahwa terdapat lonjakan pemberitaan tentang penculikan anak dalam empat bulan terakhir.

Menurut catatan KPAI, pada Juli lalu terdapat sekira 600.000 berita. Jumlah itu naik menjadi 900.000 pada Agustus dan lebih dari 2 juta pada September. Jumlah terbanyak berita penculikan anak ditemukan pada Oktober, yakni lebih dari 4 juta berita. Berita-berita tersebut tersebar melalui media sosial dan terutama grup WhatsApp.

Dalam siaran persnya, KPAI menyebut ada enam kabar penculikan anak yang menjadi viral dalam seminggu terakhir. Sebagian besar kabar tersebut terbukti tidak benar. Hanya satu yang benar terjadi, yaitu upaya penculikan yang berhasil dicegah di Bali pada Minggu 28 Oktober dan sudah ditangani polisi.

Bagaimanapun, kabar tentang penculikan anak telah membuat beberapa orangtua resah.

"Jadi parno (paranoid) ya, sedikit-banyak," kata Gresa (27) yang anaknya baru berusia tiga tahun, "Soalnya setiap pergi itu enggak selalu sama orang (lain), sering juga pergi berdua doang sama anak."

(Foto: Ist)

Gresa mengaku kerap menemukan kabar tentang penculikan anak di grup WhatsApp keluarga. Ia terbiasa mengecek apakah kabar tersebut merupakan hoaks atau berita lama yang disebarkan kembali. Sekalipun demikian, ia tetap menjadi khawatir akan keselamatan anaknya.

"Kalau sedang di musala atau apa, jadi ngeri gitu. Takutnya ketika salat, pas sujud, dia (anak) diambil sama orang," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.

Hal serupa dikatakan Putri (27), ibu dari anak laki-laki berusia dua tahun. "Sejak punya anak memang setelah baca berita kayak gitu saya jadi lebih waswas," ujarnya.

"Terutama kalau pergi ke mal atau ke tempat umum. Ninggalin anak berapa detik saja sudah waswas, takut dia dibawa orang."

Menurut KPAI, kekhawatiran yang ditimbulkan berita hoaks dapat mengakibatkan orang tua berlebihan dalam mengawasi anaknya; bahkan dengan mengintimidasi, membentak, menekan, memaksa, dan mengatur secara ketat aktivitas keseharian anak atas nama ketakutan akan penculikan.

Kondisi ini bisa menimbulkan kegelisahan pada anak sehingga sosialisasi dan kehidupan tumbuh kembangnya tidak berjalan secara wajar, kata KPAI.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengimbau masyarakat agar tidak langsung menyebarkan berita tentang penculikan anak tapi segera mengklarifikasi kepada pihak berwenang seperti kepolisian, KPAI, atau Kemenkominfo.

Ia juga meminta para orang tua berhati-hati dalam menyikapi berita di media sosial atau grup WhatsApp.

"Kalau itu berita atau unggahan di media sosial yang tidak ada sumbernya, atau sumbernya bukan dari pihak berwenang, sumbernya hanya cerita dari warga yang mengaku misalnya menjadi saksi dari penculikan itu maka jangan mudah dipercaya," tuturnya.

"Tunggu saja sampai ada pengumuman, kalau memang sudah dilaporkan kepada pihak berwenang tinggal ditunggu. Nanti pasti akan ada rilis."

Terlepas dari kabar hoaks, Retno menambahkan, orang tua juga perlu mengajarkan anak langkah-langkah kewaspadaan di sekolah atau tempat keramaian.

________________________________________

Cara Melindungi Anak dari Penculikan di Tempat Umum, menurut KPAI

1. Ajarkan anak ke mana harus mencari pertolongan jika terpisah dari orang tua. Bukan kepada sembarang orang, tetapi kepada yang berseragam, misalnya satpam. Atau masuk ke dalam toko dan meminta tolong kepada penjaga toko, yang juga biasanya berseragam.

2. Selalu berkoordinasi dengan pihak sekolah jika menugaskan orang lain untuk menjemput anak, misalnya asisten rumah tangga atau wali.

3. Membuat kata sandi atau password yang hanya diketahui orang tua dan anak.

(han)

Sumber : https://news.okezone.com/read/2018/11/05/337/1973315/hoaks-penculikan-anak-munculkan-paranoid-di-kalangan-orangtua